PERAYAAN HARI RAYA SIWALATRI


Ajaran agama Hindu yang bersumber pada kitab suci Veda dimanapun sama, namun pelaksanaannya berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya lingkungan alam, sosial budaya dan lain sebagainya. Demikian pula hari-hari raya Hindu baik di India maupun di Indonesia, ada yang sama-sama dirayakan dan ada yang tidak. Persamaan dan perbedaan pelaksanaan kehidupan beragama ini merupakan ciri yang memberi kuasa dan mewarnai pelaksanaan agama Hindu.

Hari suci Siwa Ratri datang setahun sekali, yaitu pada hari ke-14 paro gelap bulan ketujuh (panglong ping 14 sasih kapitu). Tahun 2010 ini Siwa Ratri jatuh pada Kamis (14/1) kemarin. Siwaratri mengandung ajaran penyadaran diri manusia tentang dari mana semua makhluk ini berasal, semua makhluk hidup berkembang dan kemudian ke mana mereka lebur. Selanjutnya dengan akal sehat, sebagaimana disiratkan dalam kitab suci, menemukan dirinya sendiri untuk menjawab apakah realitas tertinggi yang menjadi tujuan dan asal-muasal itu ada. Siwaratri merupakan malam yang penuh kesucian (nirmala). Umat manusia memfokuskan seluruh pikirannya kepada Siwa, penguasa jagat raya. Pelaksanaan brata Siwaratri dapat dikatakan sebagai jalan pendakian menuju pembebasan. Umat Hindu pada hari suci itu melaksanakan brata Siwa Ratri yaitu jagra (mengurangi waktu tidur lebih banyak mempelajari literatur-literatur keagamaan), upawasa (puasa) dan monabrata (mengendalikan perkataan lebih memusatkan pikiran untuk merenung). Dalam pelaksanaanya boleh kita memilih salah satu brata diatas atau semuanya sekaligus, sangat disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan kita masing-masing. Ketiga brata yaitu Upawasa, Jagra, dan Mona mempunyai tujuan yang sama yaitu mengarahkan manusia agar senantiasa dapat mengendalikan diri terhadap rangsangan-rangsangan yang diterima panca indra, waspada dengan kesadaran penuh dan berhati-hati dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Siwaratri sebagaimana halnya dengan hari-hari raya Hindu lainnya adalah tonggak-tonggak peringatan kepada pemeluk Hindu. Filosofi yang dikandung dalam setiap makna hari raya tidaklah berlaku dan dijalankan pada hari-hari raya itu saja, tetapi hendaknya dilaksanakan terus setiap hari secara konsisten dan bertanggung jawab. Ketaatan setiap individu melaksanakan ajaran-ajaran Agama akan membuahkan masyarakat yang hidup rukun, damai, tenang, dan sejahtera. Kondisi inilah yang perlu diciptakan bersama karena dalam keadaan yang “moksartham jagaditha” Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) akan melimpahkan “wara nugraha”-Nya kepada umat manusia. Sebaliknya dalam masyarakat di mana manusia saling bertikai, berkelahi, berperang, dan bertindak semaunya tanpa memikirkan kepentingan orang lain, Tuhan akan menjatuhkan hukuman yang dapat menyengsarakan seluruh umat manusia. Sifat-sifat mementingkan diri sendiri atau kelompok serta menyalahkan pihak lain, menganggap orang atau kelompok lain lebih jelek, lebih bodoh, dan lebih hina adalah bertentangan dengan ajaran Agama Hindu. Tuhan tidak akan mencintai manusia yang tidak mencintai dan menyayangi sesamanya.
Siwaratri pada hakikatnya merupakan sebuah ajaran untuk membangkitkan perjuangan umat Hindu untuk selalu sadar akan dirinya yang selalu diancam oleh berbagai hambatan. Upacara Siwaratri bertujuan memberikan pengetahuan kepada manusia agar menyadari bahwa dalam dirinya selalu ada pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Oleh karena itu, sebaik-baiknya manusia, pasti pernah berbuat dosa selama hidupnya. Demikian pula sejelek-jeleknya manusia, pasti pernah berbuat baik selama hidupnya. Hanya saja sejauh mana diri kita mampu untuk mengambil hikmah dari voyeges ini. Menyadari hal itu, Siwaratri dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada setiap umat Hindu untuk selalu sadar dan berusaha semaksimal mungkin menghindari perbuatan dosa dan selalu berikhtiar untuk memperbanyak perbuatan dharma. Meskipun manusia sulit menghindari perbuatan dosa, bagaimana pun besarnya perbuatan dosa yang telah diperbuatnya, tidak tertutup jalan untuk menuju dharma.
Manusia yang dilahirkan kembali ke dunia menurut ajaran Agama Hindu membawa “karmawasana” yang terdiri dari dua unsur pokok yaitu “Swabhawa” dan “Swaguna”. Swabhawa adalah bibit-bibit sifat dan Swaguna adalah bibit-bibit bakat. Oleh karena itulah maka tingkah polah setiap manusia di dunia tidak akan sama. Akan selalu berbeda baik dalam pendapat, keinginan, cita-cita, tujuan, dan aktivitas sehari-hari. Perbedaan ini memang diatur oleh Tuhan, agar kehidupan manusia dinamis. Dinamika akan menciptakan produktivitas, dan pada gilirannya produktivitas akan menuju pada kesejahteraan manusia. Sangatlah keliru bila kita memandang suatu perbedaan sebagai bibit konflik. Di masyarakat yang kurang maju pendidikannya dan sempit dalam pola pikir biasanya memandang orang lain yang berbeda pendapat sebagai “musuh” yang harus dilawan dan dibinasakan.

Pemimpin-pemimpin masyarakat hendaknya benar-benar menempatkan diri sebagai “orang tua”, sebagai “guru” yang patut diteladani oleh para pengikutnya. Berbagai ajaran Agama yang bertujuan menegakkan kebenaran dan keadilan hendaknya diwujudkan bukan hanya sebagai slogan atau wacana saja, tetapi juga harus dibuktikan dalam kiprah sehari-hari. Bhagawadgita menyiratkan suatu bentuk kerja yang dinamakan “nishkama karma” artinya bekerja tanpa memikirkan hasil atau manfaatnya saja, tetapi yang lebih penting diperhatikan adalah cara menuju keberhasilan itu. Jadi dalam teori managemen nishkama karma dapat diartikan sebagai “process oriented” dan bukan “result oriented”. Process oriented dalam Agama Hindu adalah kerja yang berpedoman pada kitab suci Veda. Lebih jauh dalam ajaran Sankhya Yoga selalu ditekankan bahwa seorang pemimpin harus selalu siap menerima kebenaran dan membuang ketidak benaran. Hanya pemimpin yang melaksanakan dharma akan mencapai kejayaan dan kemasyhuran karena itulah pahala bagi mereka yang tekun melakukan perbuatan baik (Atharvaveda VI.69.3). Setiap orang hendaknya selalu berbuat kebajikan karena pahalanya akan melenyapkan kesusahan. Jalan kebajikan juga akan memberkahi kemakmuran dan dengan perbuatan yang berbudi luhur orang akan berjasa bagi umat manusia. Maka karena itulah ia disayang Tuhan (Rgveda V.51.15).
anggota pmhd warmadewa
(I.A NIKI SAFITRI)

2 thoughts on “PERAYAAN HARI RAYA SIWALATRI

  1. Ping balik: Makna Siwaratri « Ekas Cocet's Blog

Tinggalkan komentar